Apakah “Pengerukan” = Pertambangan?

 

Setelah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, banyak hal terjadi didaerah khususnya dalam pertambangan “besar” atau pertambangan “kecil”/rakyat.

Berdasrkan Pasal 175, Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Dan Disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 2009 oleh Presiden Republik Indonesia, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono.

Bagaimana dengan peraturan pelaksanaannya?

Pasal 174 UU 4/2009 ini menyatakan Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan dalam waktu 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Apakah yang dimaksud dengan Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini? Apakah Peraturan Pemerintah (PP) saja, dan apakah termasuk juga Peraturan Daerah?

Jika yang dimaksudkan hanya PP, maka pemerintah telah mengeluarkan PP diantaranya yaitu:

  1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan.
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 Tentang  Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara.
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 20 10 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara.

Dan peraturan pelaksanaan dari PP ini telah terbit diantaranya Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor : 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral Dan Batubara.

Disisi lain, UU 4/2009 ini juga mengamanahkan kepada Pemerintah Daerah untuk membuat Perda, yaitu:

  1. Pasal 26: Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan mekanisme penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
  2. Pasal 72: Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR) diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.
  3. Pasal 143: Bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan rakyat. Dan Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan pertambangan rakyat diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.

Penyelenggaran urusan pemerintah sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, bahwa urusan pertambangan dalam lampiran BB sudah diatur apa yang menjadi urusan pemerintah pusat, provinsi dan Kabupaten/Kota.

Dilampiran BB tersebut Provinsi mengurusi Pemberian izin badan usaha jasa pertambangan mineral, batubara, dan panas bumi dalam rangka PMA dan PMDN lintas kabupaten/kota, sedangkan Kabupaten/Kota mengurusi Pemberian izin badan usaha jasa pertambangan mineral, batubara, dan panas bumi dalam rangka PMA dan PMDN di wilayah kabupaten/kota.

Permasalahannya adalah, bagaimana jika Pemda kabupaten/kota tidak/belum menyusun peraturan daerah dimaksud? Padahal hal tersebut sudah jelas menjadi urusan Kabupaten/Kota? Apa hukumnya bagi masyarakat yang akan melakukan kegiatan pertambangan sebagaimana dalam Pasal 1 angka 1 UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara? Apalagi kalau hanya “identik” pertambangan?

Apakah hal tersebut melanggar ketentuan? Apakah dengan kekosongan perda Kabupaten/Kota tersebut akan berlaku ketentuan Perda Provinsi? Atau bahkan berlaku ketentuan Peraturan Pemerintah?

Sesuai dengan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan jika terjadi kekosongan perda Kabupaten/Kota tersebut, maka TIDAK DAPAT DIBERLAKUKAN Perda Provinsi dan Peraturan Pemerintah terkait pertambangan, hal ini karena:

  1. Penyelenggaran urusan pemerintah sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, bahwa urusan pertambangan dalam lampiran BB sudah diatur apa yang menjadi urusan pemerintah pusat, provinsi dan Kanupaten/Kota.
  2. Di UU 4/2009 telah jelas ada amanah untuk menyusun Perda Kab/Kota.

Sekedar memudahkan diskusi ini, dimisalkan disuatu Kabupaten Angin Jaya di Provinsi Jawa Timur dengan keadaan sebagai berikut:

  1. Kabupaten Angin Jaya sampai bulan September 2013 belum menetapkan Perda tentang kriteria dan mekanisme penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat, dan Perda tentang tata cara pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR) serta Perda tentang  pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan rakyat.
  2. Tetapi Pemda Angin Jaya dalam Peraturan Daerah Kabupaten Angin Jaya Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Angin Jaya menyatakan bahwa Pertambangan dalam wilayah kabupaten Angin Jaya menjadi urusan Kabupaten Angin Jaya.
  3. Dan hal ini diperkuat dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Timur, bahwa Provinsi Jawa Timur mempunyai urusan pertambangan dalam lintas kabupaten/kota. Terkecuali Pemda Angin Jaya menyerahkan Urusan Pertambangan kepada Provinsi Jawa Timur, dan hal ini harus mengikuti ketentuan perundang-undangan. Dan dalam hal ini Pemda Angin Jaya tidak menyerahkan Urusan Pertambangan kepada Provinsi Jawa Timur.

Kembali ke pertanyaan awal: apakah jika ada masyarakat Kabupaten Angin Jaya melakukan pengerukan tanah/pasir/dll ditanah sendiri untuk diangkut (dipindahkan) atau dijual, apakah bisa disebut pertambangan? Padahal masyarakat tersebut sudah mengajukan ijin pertambangan (dahulu galian C) kepada Dinas Perijinan Pemda, tetapi Dinas Perijinan tidak bisa memberikan karena memang belum ada perdanya.

Untuk mempermudah jawaban ini, sebaiknya dilihat dulu apa yang dimaksud dengan Pertambangan.

Dalam konsideran Menimbang huruf a. UU 4/2009 menyatakan bahwa mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia…………

Secara singkat, jika masyarakat akan melakukan usaha pertambangan, maka harus memiliki IPR yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah, dan Kepala Daerah dalam memberikan IPR harus berdasar pada Perda tentang tentang kriteria dan mekanisme penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat.

Pasal 1 angka 1 UU 4/2009 menyatakan Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

Pasal 1 angka 10 UU 4/2009 Definisi Izin Pertambangan Rakyat adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.

Artinya Kepala Daerah tidak akan bisa mengeluarkan IPR jika WPR belum ada.

Jadi, jika ada masyarakat melakukan pengerukan tanah/pasir untuk urug tanah lainnya atau dijual, apakah hal tersebut masuk definisi pertambangan? Sebab masyarakat tersebut tidak melakukan didalam wilayah pertambangan. Jika “Ya” maka:

  1. hal tersebut akan sangat merepotkan masyarakat, bahkan membahayakan masyarakat. Sebab banyak sekali aktivitas masyarakat yang melakukan pengerukan tanah/pasir untuk diangkut ke tempat lain dan dijual sebagai tanah urug.
  2. Apakah Pemda mampu melakukan pelayanan dengan pemberian izin pertambangan terhadap kebutuhan masyarakat terkait dengan pengerukan tanah/pasir tersebut? Sebab sangat mungkin kegiatan tersebut hanya beberapa ratus meter persegi, bahkan hanya sekedar mengurug tanah untuk rumah sendiri.

berdasarkan hal tersebut diatas, apa yang dilakukan oleh masyarakat lebih mirip atau “identik” pertambangan, dan sangat mungkin bukan “pertambangan” sebagaimana yang dimaksudkan dalam spirit UU 4/2009, sebab apa yang dilakukan bukan/tidak diwilayah pertambangan dan juga pemda tidak/belum memiliki perda terkait pertambangan tersebut.

Apa kaitannya dengan investasi daerah? Yang pasti masyarakat akan mengalami ketakutan untuk melakukan pengerukan tanah/pasir untuk digunakan sendiri atau untuk dijual. Sebab sangat mungkin Kejaksaan, Polisi dan SatPol PP akan melakukan tindakan hukum. Padahal, hal ini lebih karena ketidakmampuan DPRD & Pemda dalam menyusun Perda-Perda terkait pertambangan, dan akhirnya masyarakat yang menjadi korban.

Ditambah dengan suasana sekarang ini, dimana banyak sekali anggota DPRD Yth yang mengajukan kembali menjadi caleg pada Pemilu 2014, akhirnya hal ini akan menjadi bagian dari politik pencitraan dengan melaporkan masyarakat yang menambang kepada Penegak Hukum. Padahal ketidakadanya Perda tersebut lebih karena KETIDAKMAMPUAN DPRD dalam melaksanakan fungsi legislasi daerah. Dan sudah seharusnya Penegak Hukum memahami keadaan masyarakat, bukan justru mengakomodir laporan DPRD yang sebenarnya sebagai bagian kampanye pencalegan DPRD 2014.

Dan, apakah DPRD bisa disalahkan karena “lalai” tidak melakukan fungsi legislasinya? Karena menurut Pasal 1 angka 8 UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Artinya DPRD dalam penyusunan Perda lebih Power full dibandingkan dengan Kepala Daerah.

Semoga bermanfaat…

Referensi:

  1. UU 4/2009 ttg Pertambangan Mineral Dan Batubara
  2. PP 38/2007 ttg Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

https://investasidaerah.wordpress.com

0818572016

bukan hanya membangun di daerah, tapi  membangun daerah.

Published by investasi daerah dan hukum korporasi

Peminat politik lokal, keuangan & aset daerah, investasi daerah dan pembangunan yang berkelanjutan.

Leave a comment